Baru2 ini seorang teman terkena masalah karena sebuah media menuliskan namanya sebagai "subjek" dari sebuah pemberitaan, padahal teman tersebut bukanlah pelaku utama, di zaman socmed seperti ini si teman sesungguhnya hanya meretweet alias menshare ulang status orang lain yg merupakan the real subject. Tapi, karena berita sesat tersebut akhirnya si teman lah yg menjadi bahan bulan2an orang2 seantero mayapada. Dan karena di pemberitaan tersebut si teman disebutkan "berulah" dengan teman2nya, jadilah ada foto saya dan teman2 yg juga ikut2an di cap sebagai mamah2 muda geng charger listrik, padahal baik teman saya berikut saya dan teman2 lainnya ga tau menahu soal kejadian sesungguhnya yg dibicarakan dalam berita tersebut. *getok*.
Saya memang sudah lama tidak percaya dgn berita2 di media, hasil wawancara yg tidak terlalu penting dengan saya saja hasilnya bisa beda kok di tulis di media, apalagi yg punya pengaruh besar. Kesalahan media tersebut adalah tidak melakukan kroscek atau menggali kebenaran dan hanya menampilkan pandangan dari satu point of view.
Barusan, saya membaca status tentang seorang wanita yg merasa dirinya dimata-matai dan dibuat tidak nyaman hanya karena ia membaca kitab suci di ranah publik. Tentu hal ini juga menggegerkan dunia mayapada yg kemudian menuduh bahwa banyak orang sekarang menjadi fobia dgn agama tertentu yg merupakan agama mayoritas, dan menuduh yang
Saya tidak ingin membicarakan perihal media yang bobrok ataupun tentang masyarakat Indonesia yg begitu mudahnya tersulut emosi dan reaktif ketika mendengar suatu berita tanpa tahu kebenarannya.
Di cerita pertama teman saya bersusah payah meluruskan berita dan menegakkan kembali nama baiknya dengan perjuangannya sendiri, dibantu oleh teman2 yg peduli. Akhirnya beberapa orang bisa sadar kalau teman saya ini hanyalah korban error in persona, alias salah orang.
Di cerita kedua, ada seorang wanita yg penasaran kemudian menelusuri tentang maksud si bapak2 menanyai wanita tersebut, ternyata maksud bapak2 tersebut tidak sedikitpun melecehkan atau mencurigai wanita yg membaca kitab suci tadi, ia hanya kagum di tengah banyaknya orang yg tidak lagi peduli dengan agama, masih ada yg meluangkan waktunya membaca kitab suci.
Saya jadi teringat di kelas hukum jual beli perusahaan, dosen saya Bapak Huda berkata setelah ia memberitahukan jawaban dari pertanyaan yg diajukan "bertabayyunlah", bertabayyun sendiri berarti meneliti, mencari kebenaran hingga terang dan jelas. Saya juga teringat ketika masih maba dulu, salah seorang senior pemegang predikat mahasiswa berprestasi berkata, kunci menjadi mahasiswa berprestasi adalah "jangan percaya apa kata dosen". Awalnya saya bingung, tapi kemudian saya paham. Dosen demikian pula dgn manusia lainnya di dunia ini, tidak selalu benar, ada kalanya mereka khilaf dan salah, ada kalanya mereka ngetes mahasiswanya juga dgn sengaja salah, tujuannya, supaya kita belajar, supaya kita baca lagi literatur2 lain, peraturan perundang2annya, dll.
Tidak bijaksana untuk membentuk opini dari satu sudut pandang cerita, tidak bijaksana untuk langsung percaya pada apa yg dikatakan orang, dan sungguh tidak bijaksana apabila kita sampai merendahkan, merasa menjadi yg paling benar, menghakimi, setelah mendengar tentang sesuatu.
Bertabayyunlah....
Carilah kebenaran dgn teliti, carilah sudut pandang lain dari suatu cerita dan peristiwa, belajarlah untuk mendengar, membaca dan melihat dengan lebih luas, berpikiranlah terbuka, dan tidak ada yg salah dengan mengakui kesalahan, yg salah adalah dengan tidak mencari kebenaran.
#ANoteToMyself
Selasa, 07 April 2015
Tabayyun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar